Menu

Mode Gelap

Kesehatan · 26 Feb 2024 21:42 WIB

Brunei Darussalam Peringkat Tertinggi Angka Kelebihan Berat Badan di ASEAN


					Brunei Darussalam Peringkat Tertinggi Angka Kelebihan Berat Badan di ASEAN Perbesar

BANDAR SRI BEGAWAN, anewsidmedia.com – Brunei Darussalam menempati peringkat tertinggi dalam daftar negara-negara dengan tingkat kelebihan berat badan tertinggi di Asia Tenggara, menurut data terbaru dari The World Factbook Central Intelligence Agency pada periode 2016 hingga 2024.

Data menunjukkan bahwa 28,2 persen penduduk Brunei mengalami masalah kelebihan berat badan, hampir lima kali lipat dari peringkat keenam Indonesia yang memiliki 6,9 persen penduduk dengan masalah berat badan, seperti dilaporkan oleh Says pada Jumat, 23 Februari 2024.

Posisi kedua ditempati oleh Malaysia dengan persentase 19,7, diikuti oleh Singapura dan Thailand dengan masing-masing 11,6 persen pada peringkat ketiga dan keempat.

Melengkapi lima besar, Filipina memiliki persentase 9,3, sementara Myanmar, Laos, dan Kamboja masing-masing memiliki persentase 5,8, 5,6, dan 3,8.

Vietnam mencatatkan persentase terendah di antara negara-negara ASEAN dengan angka 1,7 persen, sedangkan Timor Leste berada di posisi terbawah dengan 1,1 persen.

Meskipun demikian, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sebelumnya melaporkan peningkatan signifikan dalam kasus obesitas di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir, dari 10,5 persen pada tahun 2007 menjadi 21,8 persen pada tahun 2018.

Berita Terkait:  Dies Natalis ke-63 ITS Hadirkan Ragam Budaya Tradisional Indonesia "Pasar Juang 10 Nopember"

“Obesitas saat ini telah dianggap sebagai penyakit yang memerlukan intervensi komprehensif,” kata Eva Susanti, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, pada 9 Juli 2023.

Ia menyatakan bahwa obesitas merupakan masalah multifaktor yang dipengaruhi oleh peningkatan asupan energi, perubahan pola makan dari tradisional ke modern, urbanisasi, dan penurunan aktivitas fisik. Faktor-faktor ini didukung oleh kontribusi faktor lain seperti aspek sosial ekonomi, budaya, perilaku, dan lingkungan.

Eva juga menyoroti kurangnya aktivitas fisik sebagai pemicu obesitas, terutama di daerah perkotaan yang mengalami berkurangnya ruang publik sebagai tempat bermain dan berolahraga.

Selain itu, kemudahan akses ke sarana modern berteknologi tinggi juga diidentifikasi sebagai faktor penyebab kurangnya aktivitas fisik remaja, terutama di lingkungan perkotaan. Kemenkes mengklasifikasikan obesitas sebagai faktor risiko penyakit tidak menular seperti diabetes melitus, penyakit jantung, kanker, hipertensi, serta penyakit metabolik dan nonmetabolik lainnya.

Eva menegaskan bahwa obesitas memberikan kontribusi signifikan pada penyebab kematian akibat penyakit kardiovaskular, mencapai 5,87 persen dari total kematian, serta penyakit diabetes dan ginjal sebanyak 1,84 persen dari total kematian.

Berita Terkait:  Polisi Ungkap Kasus Pengedar Sabu seberat 26,49 Gram di Purbalingga

Brunei Darussalam memuncaki daftar negara dengan tingkat kelebihan berat badan tertinggi di Asia Tenggara. Ini merujuk pada data terbaru The World Factbook Central Intellange Agcie pada 2016 hingga 2024.

Brunei mencatat bahwa 28,2 persen warganya mengalami masalah kelebihan berat badan. Angka itu hampir lima kali lipat dari data Indonesia yang berada di peringkat ke-6 dengan 6,9 persen warganya mengalami masalah berat badan, dilansir dari Says, Jumat, 23 Februari 2024.

Posisi ke-2 ditempati Malaysia dengan 19,7 persen. Disusul Singapura dan Thailand dengan 11,6 persen di posisi ke-3 dan ke-4. 

Menggenapi lima besar, ada Filipina dengan 9,3 persen. Kemudian, Myanmar, Laos, dan Kamboja dengan presentase 5,8 persen, 5,6 persen, dan 3,8 persen.

Vietnam mencatatkan persentase terendah di antara negara-negara ASEAN dengan angka 1,7 persen. Terakhir adalah Timor Leste yang berada di posisi terbawah dengan 1,1 persen.

Kendati demikian, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sebelumnya melaporkan bahwa kasus obesitas di Indonesia meningkat signifikan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, dari 10,5 persen pada 2007 jadi 21,8 persen pada 2018.

Berita Terkait:  Sosok Inspiratif, Meidy Mahasiswi Undip Raih 4 Beasiswa Dalam Negeri

“Obesitas saat ini telah digolongkan sebagai penyakit yang perlu diintervensi secara komprehensif,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Eva Susanti, 9 Juli 2023.

Ia mengatakan, obesitas merupakan masalah multifaktor yang dipengaruhi peningkatan asupan energi, perubahan pola makan dari tradisional ke modern, urbanisasi, dan penurunan aktivitas fisik. Faktor tersebut didukung kontribusi faktor lain, seperti aspek sosial ekonomi, budaya, perilaku, dan lingkungan.

Selain itu, kata Eva, obesitas juga dipicu kurangnya aktivitas fisik. Ini kemudian dikaitkan dengan fenomena daerah urban, yaitu berkurangnya ruang publik sebagai arena bermain dan berolahraga.

Kemudahan mengakses sarana modern berteknologi tinggi, menurutnya, juga jadi faktor penyebab kurangnya aktivitas fisik remaja, terutama di perkotaan. Kemenkes mengklasifikasikan obesitas sebagai faktor risiko penyakit tidak menular. seperti diabetes melitus, jantung, kanker, hipertensi, dan penyakit metabolik maupun nonmetabolik lain.

Eva mengatakan, obesitas berkontribusi pada penyebab kematian akibat penyakit kardiovaskular sebesar 5,87 persen dari total kematian, serta penyakit diabetes dan ginjal 1,84 persen dari total kematian.

Artikel ini telah dibaca 0 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Unity Sports Center Resmi Dibuka di Semarang, Hadirkan Akademi Tenis Bertaraf Nasional

23 April 2025 - 16:21 WIB

Sido Muncul Berbagi Santunan untuk 1.000 Dhuafa di Kabupaten Semarang

23 Maret 2025 - 08:20 WIB

Abdul Mu’ti: Tidak Perlu Menunggu 2045, Indonesia Emas Sudah Terwujud Kalau…

11 Maret 2025 - 00:25 WIB

Mengubah Kemacetan di Merak, Butuh Satu Komando

8 Maret 2025 - 21:36 WIB

Pertanyaan ini sering muncul dari para pemudik lintas Merak – Bakauheni karena setiap arus mudik Lebaran, seperti Lebaran 2024 terjadi kemacetan panjang sampai Km 97. Saking frustasinya menghadapi kondisi kemacetan yang selalu terjadi pada saat-saat arus mudik Lebaran. Diharapkan pada Lebaran 2025 ini kemacetan Panjang menuju ke Pelabuhan Merak tersebut dapat terurai, bila semua perencanaan yang ada saat ini dilaksanakan secara konsisten. Menurut Ketua DPP Gapasdap (Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan) Khoiri Soetomo (19 Februari 2025), pada saat penyelenggaraan angkutan lebaran 2024 di lintas Merak – Bakauheni kendali tertinggi operasional di lapangan bukan berada di bawah Kementerian Perhubungan, melainkan dikoordinasikan oleh pihak Kepolisian.

Beri Bantuan Rp 260 Juta, Sido Muncul Adakan Operasi Bibir Sumbing dan Langit-Langit Gratis

25 Februari 2025 - 21:16 WIB

Meniadakan Mudik Gratis Sepeda Motor

23 Februari 2025 - 11:19 WIB

Trending di Ekonomi