PASURUAN, anewsidmedia.com – Masyarakat Tengger yang tinggal di lereng Gunung Bromo sering mengadakan beberapa upacara atau ritual. Pertunjukan seni seperti tarian selalu menyertai upacara atau ritual. Ini termasuk tarian sodoran, yang dianggap sebagai tarian sakral selama ritual Yadnya Karo. Tari Sodoran merupakan tari yang menjadi pelengkap ritual Yadnya Karo. Tari ini tampil sebagai tarian pembuka ritual Yadnya Karo. Yadnya Karo atau disebut juga Pujan Karo merupakan jenis perayaan terbesar suku Tengger yang diadakan sekali dalam setahun. Ritual biasanya digelar pada bulan Karo tahun Saka. Tari sodoran gerakannya menyimbolkan asal- usul manusia.
Menurut kepercayaan masyarakat Tengger manusia itu berasal dari Sang Hyang Widi Wasa dan mereka akan kembali kepada-Nya. Manusia berasal dari tanah maka mereka akan kembali ke tanah juga. Salah satu contoh makna gerakan tari ini adalah ketika para penari mengangkat jari telunjuk, artinya penunjukkan tersebut mengandung makna simbol terjadinya manusia pertama, bahwa manusia itu berasal dari purusa dan pradana. Purusa dan pradana merupakan sebab pertama (cikal bakal) dari alam semesta yang sifatnya kekal abadi.
Pementasan tari Sodoran tidak lepas dari Ritual Pembukaan Hari Raya Karo (diperingati pada bulan Karo Penanggalan Tengger) yang diawali dengan berkumpulnya masing-masing kelompok Pengantin Sodor di rumah Ketua Dukun Pandita di Dusun Tlogosari Desa Tosari Kabupaten Pasuruan Jawa Timur untuk kemudian diarak bersama ke Punden Desa Tosari. Sebelum berangkat beberapa anggota pengantin Sodor melakukan berbagai persiapan kelengkapan upacara, seperti memakai pakaian adat Suku Tengger yang lengkap dengan ikat kepala dan mengenakan keris yang dironce bunga melati. Sebagian lainnya melakukan ritual penyucian diri dengan air kembang yang dipimpin Ketua Adat dengan harapan pada pelaksanaan kegiatan prosesi Sodoran dapat berjalan lancar dan hikmat.

Dengan diiringi musik tradisional Suku Tengger rombongan Pengantin Sodor kemudian berjalan bersama menuju Punden Desa Tosari yang letaknya diatas bukit. Sesampainya di Punden Desa Tosari rombongan Pengantin Sodoran melakukan doa bersama kepada Sang Hyang Widi agar warga Suku Tengger senantiasa diberi keselamatan dan ketentraman.
Tarian sakral ini melambangkan pertemuan dua jenis manusia yaitu laki-laki dan perempuan, dari keduanya dimulailah kehidupan alam semesta. Dalam tarian ini masing-masing penari membawa sebuah tongkat bambu/sodor yang berisi biji bibit tanaman yang kedua ujungnya ditutup serabut kelapa. Tongkat tersebut nantinya akan dipukulkan oleh masing-masing penari kepada tongkat penari pasangannya dengan gerakan yang lembut dan penuh penghayatan. Kehalusan budi dan perasaan serta etika kesopanan nenek moyang Suku Tengger dalam menggambarkan asal-muasal kehidupan inilah yang kemudian sering disebut dengan ajaran Sangkan Paraning Dumadi. Sebuah ajaran Jawa Kuno tentang tujuan hidup manusia, mengapa manusia dilahirkan, dan kemana nantinya akhir kehidupan ini.
Puncak ritual tarian ini adalah ketika semua penari sodor memukulkan tongkat sodoran ke panggung untuk memecahkan bambu dan mengeluarkan biji bibit tanaman yang ada di dalamnya. Setelah selesai masing-masing penari melakukan gerakan sungkem saling menghormati dengan penari lainnya serta sungkem kepada para Dukun Pandita dan Sesepuh Warga Tengger.