Menu

Mode Gelap

Hukum · 5 Des 2023 19:26 WIB

Cacat Prosedural dan Tak Kunjung Usai, Putusan MK Soal Syarat Usia Capres-Cawapres Diuji Lagi


					Foto : Mkri.id Perbesar

Foto : Mkri.id

JAYAKARTA, anewsidmedia.com – Pengujian Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Persyaratan usia minimal untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) tak kunjung usai.

Kali ini permohonan diajukan oleh dua advokat,  Lamria Siagian dan Ridwan Darmawan, serta dua mahasiswa, R D Ilham Maulana dan Asy Syifa Nuril Jannah.

Para pemohon ingin menguji Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sebagaimana telah dimaknai MK dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Sidang perdana pemeriksanan pada permohonanan perkara dengan Nomor 150/PUU-XXI/2023 dilaksanakan pada Selasa (05/12/2023) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK, Jakarta.

“Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai kewenangan untuk menguji kembali (re-judicial review) Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan oleh para Pemohon ini, meskipun telah pernah dilakukan beberapa kali pengujian dan telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, oleh karena syarat-syarat konstitusionalitasnya yang menjadi alasan permohonan para Pemohon berbeda dengan perkara-perkara sebelumnya,” ujar kuasa hukum Pemohon, Ecoline Situmorang dalam persidangan, dikutip dari mkri.id

Pemohon berpendapat bahwa amar putusan atau penafsiran MK terhadap Pasal 169 huruf q UU Pemilu telah melanggar hukum acara MK sekaligus mengakibatkan keadaan di lingkungan masyarakat menjadi gaduh, terguncang, dan mencoreng MK sebagai lembaga yang mengawal konsitusi.

Berita Terkait:  Hadir dengan Beragam Varian, Es Puter Sangat Segar Dinikmati saat Cuaca Cerah di Kota Solo

Menurut para Pemohon, amar putusan atau penafsiran MK terhadap Pasal 169 huruf q UU Pemilu telah melanggar hukum acara MK sekaligus mengakibatkan keadaan di lingkungan masyarakat menjadi gaduh, terguncang, dan mencoreng MK sebagai lembaga yang mengawal konsitusi.

Terdapat dugaan adanya konflik kepentingan (conflict of interest) saat pengujian Pasal 169 huruf q UU Pemilu, sebagaimana disebut dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) Hakim Konstitusi Arief Hidayat pada Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Padahal, kata Pemohon,

Pasal 17 Ayat (4) UU Kekuasaan Kehakiman menyatakan, “Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat,0 kata pemohon.

Lebih lanjut pada Pasal 17 Ayat (5) UU Kekuasaan Kehakiman juga menyatakan, “Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.”

Berita Terkait:  Bawaslu Kab. Batang Tertibkan 3.977 APK yang Langgar Aturan

Dijelaskan pula pada Pasal 17 Ayat (6) UU Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan, “Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Para Pemohon mengingatkan, Pasal 24C Ayat (5) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mensyaratkan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.

Menurut para Pemohon, tindakan Hakim Konstitusi Anwar Usman yang saat mengadili Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 masih menjabat Ketua MK, patut diduga telah melanggar Pasal 17 ayat (4), (5) dan (6) UU Kekuasaan Kehakiman dalam memeriksa dan memutus perkara dan secara otomatis tidak lagi memenuhi kualifikasi persyaratan yang disebutkan Pasal 24C ayat (5) UUD 1945.

“Dan untuk menjaga marwah Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang mengawal konstitusi, maka para Pemohon mohon kepada para Hakim Mahkamah Konstitusi agar melakukan pemeriksaan dan memutus perkara a quo dengan tidak mengikutsertakan Prof. Dr. Anwar Usman, SH, MH, sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi dalam perkara a quo,” kata Ecoline.

Berita Terkait:  Cacar Monyet Melanda Jakarta, 10 Orang Dipastikan Positif

Kuasa hukum para Pemohon, Janses E Sihaloho, mengatakan sudah sepatutnya MK menyatakan ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai MK pada Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 bertentangan dengan UUD 1945 karena cacat prosedural.

Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dalam nasihatnya mengingatkan para Pemohon untuk membaca Putusan Nomor 141/PUU-XXI/2023.

Sebab, kata Wahid, dalil-dalil yang disampaikan para Pemohon Perkara Nomor 150/PUU-XXI/2023 kurang lebih persis seperti dalil Pemohon dalam Putusan Nomor 141/PUU-XXI/2023.

“Apa-apa yang didalilkan oleh Pemohon ini sudah dijawab di Putusan Nomor 141/PUU-XXI/2023 itu. Mengenai supaya perkara untuk pengujian UU terkait dengan usia ini Hakim Konstitusi Anwar Usman tidak dilibatkan juga sudah, itu diputus dan dibacakan oleh delapan hakim konstitusi. Jadi, hal-hal semua itu sudah dilaksanakan,” tutur Wahid.

Selain itu, Wahid juga mengingatkan, re-judicial review bisa dipadankan dengan ne bis in idem karena dasar pengujiannya sama yakni Pasal 1 dan 28D Ayat 3 UUD 1945. Wahid menyarankan agar hal-hal demikian diperhatikan para Pemohon.

Artikel ini telah dibaca 0 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Unity Sports Center Resmi Dibuka di Semarang, Hadirkan Akademi Tenis Bertaraf Nasional

23 April 2025 - 16:21 WIB

Sido Muncul Berbagi Santunan untuk 1.000 Dhuafa di Kabupaten Semarang

23 Maret 2025 - 08:20 WIB

Abdul Mu’ti: Tidak Perlu Menunggu 2045, Indonesia Emas Sudah Terwujud Kalau…

11 Maret 2025 - 00:25 WIB

Mengubah Kemacetan di Merak, Butuh Satu Komando

8 Maret 2025 - 21:36 WIB

Pertanyaan ini sering muncul dari para pemudik lintas Merak – Bakauheni karena setiap arus mudik Lebaran, seperti Lebaran 2024 terjadi kemacetan panjang sampai Km 97. Saking frustasinya menghadapi kondisi kemacetan yang selalu terjadi pada saat-saat arus mudik Lebaran. Diharapkan pada Lebaran 2025 ini kemacetan Panjang menuju ke Pelabuhan Merak tersebut dapat terurai, bila semua perencanaan yang ada saat ini dilaksanakan secara konsisten. Menurut Ketua DPP Gapasdap (Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan) Khoiri Soetomo (19 Februari 2025), pada saat penyelenggaraan angkutan lebaran 2024 di lintas Merak – Bakauheni kendali tertinggi operasional di lapangan bukan berada di bawah Kementerian Perhubungan, melainkan dikoordinasikan oleh pihak Kepolisian.

Beri Bantuan Rp 260 Juta, Sido Muncul Adakan Operasi Bibir Sumbing dan Langit-Langit Gratis

25 Februari 2025 - 21:16 WIB

Meniadakan Mudik Gratis Sepeda Motor

23 Februari 2025 - 11:19 WIB

Trending di Ekonomi