PATI, anewsidmedia.com – Sekitar 743 ribu orang warga Kabupaten Pati terdata sebagai warga kategori miskin. Mereka terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKD).
Dari tersebut, berdasarkan catatan dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB).
Meski angka tersebut masih perlu di-update. Sebab, masih dimungkinkan ada orang yang sudah meninggal atau pindah dari Pati.
Kabid Pemberdayaan Sosial dan Penanganan Fakir miskin pada Dinsos P3AKB Tri Haryumi menuturkan, dalam DTKS ini masih terbagi menjadi beberapa desil.
Yakni, desil 1 kategori penduduk dalam kelompok 10 persen terendah atau sangat miskin.
Mereka penerima bantuan dari program keluarga harapan (PKH), kartu Indonesia pintar (KIP), beras miskin (raskin), dan kartu Indonesia sehat (KIS).
Sementara untuk desil 2, dikategorikan penduduk kelompok 10-20 persen miskin. Mereka penerima bantuan program KIP, raskin, dan KIS.
Kemudian desil 3 bagi penduduk kelompok 20-30 persen atau hampir miskin. Mereka penerima bantuan program raskin dan KIS.
Terakhir, desil 4 sebagai kategori penduduk yang rentan miskin dalam kelompok 30-40 persen. Mereka hanya mendapat bantuan KIS.
Dia menjelaskan, kemiskinan esktrem masuk dalam desil 1. Di Bumi Mina Tani jumlahnya mencapai 147 ribu jiwa.
Dalam kasus ini, Pemkab Pati terus memverifikasi dan validasi (verval) data tersebut. Itu untuk bahan pengentasan kemiskinan.
”Angka DTKS ada 743.239 jiwa. Sedangkan data kemiskinan ekstrem ada 10 persen dari total tersebut. Namun, ini belum diverval lagi,” tuturnya.
Dia menjelaskan, secara umum DTKS ini digunakan untuk menyalurkan bantuan sosial (bansos). Selain itu, bisa menunjukkan angka kemiskinan di suatu wilayah.
Meski begitu, menurutnya, fungsi DTKS sebenarnya tak sesederhana itu. Kenaikan angka DTKS di Kabupaten Pati bukan hanya disebabkan kemiskinan. Ada juga alasan kepentingan. Orang yang berkepentingan memasukkan data DTKS itu.
”Alasannya angka DTKS banyak dan bertambah, karena yang menginput tidak hanya dinsos, tapi yang punya kepentingan juga memasukkan,” ucapnya.
Adapun angka DTKS orang miskin, paling banyak diinput masyarakat demi bisa mengakses kartu Indonesia pintar (KIP). Selain itu, bantuan tunai pendidikan untuk siswa.
”KIP kebanyakan orangnya sudah mampu, tapi pengen sekolah di tempat tertentu. Mereka rela masuk DTKS,” jelasnya.
Ada juga golongan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang berkepentingan.
Misalnya, ada kepentingan yang mensyaratkan pelaku UMKM terdaftar dalam DTKS.
Dia menuturkan, pemerintah desa (pemdes) perlu rutin memverifikasi validasi (velval) ketidaklayakan DTKS secara berkala.
Tujuannya, untuk mempermudah pemerintah melakukan tracking angka kemiskinan nasional. ”Agar penyaluran bansos tepat sasaran,” imbuhnya.