SRAGEN, anewsidmedia.com – Kotoran hewan merupakan sisa pencernaan hewan yang dianggap sebagai sampah, sehingga harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan masalah lingkungan yang serius. Kotoran hewan berpotensi besar untuk dimanfaatkan kembali.
Desa Mojopuro yang terletak di kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen memiliki sumber daya lokal yang melimpah, salah satunya di bidang peternakan. Limbah ternak yang dihasilkan dapat mencapai 1 ton setiap harinya.
Oleh karena itu, potensi berupa limbah kotoran hewan yang melimpah di desa tersebut harus dimanfaatkan kembali yaitu dengan cara diolah menjadi kompos yang berkualitas tinggi.
Paramitha Prastyawati, anggota KKN Tim II Undip telah berhasil mengolah kompos sebagai media tanam cabai di Bank Sampah Desa Mojopuro pada (30/7).
Pembuatan kompos ini dibuat dengan campuran bahan lain, seperti abu, dolomit, tanah sawah, dan pasir kerukan waduk kedungombo dalam berbagai perbandingan.
Perbandingan komposisi ditujukan untuk menemukan formula kompos terbaik yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen tanaman cabai. Selain itu, pembuatan kompos organik ini ditujukan untuk mengajak petani dalam mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pupuk kimia.
“Kotoran hewan yang melimpah ini belum terolah secara sempurna, padahal dengan adanya pengolahan yang tepat, kotoran hewan dapat menjadi sumber nutrisi yang sangat baik bagi tanaman” ujar salah satu anggota KKN Tim II Undip.
Proses pembuatan kompos dimulai dengan mengumpulkan kotoran kambing dari peternakan warga. Kemudian, kotoran tersebut dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari.
Pengeringan dilakukan agar kotoran hewan tidak menghasilkan bau yang menyengat dan memudahkan proses penggilingan. Setelah dikeringkan, kotoran digiling menggunakan mesin giling untuk mendapatkan partikel yang lebih kecil dengan tujuan mempercepat pengomposan.
Setelah itu, kotoran yang sudah digiling dapat dikombinasikan dengan bahan lain untuk dijadikan media tanam cabai.
Bibit cabai ditanam pada media tanam yang komposisinya berbeda-beda. Setiap media tanam memiliki formulasi yang berbeda, diantaranya formula 1 dengan perbandingan 6 KOHE : 1 dolomit : 1 abu : 1 tanah sawah, formula 2 dengan perbandingan 2 KOHE : 1 tanah : ¼ ember dolomit, formula 3 dengan perbandingan 1 tanah : ⅓ ember abu : 1 KOHE, formula 4 dengan perbandingan 1 abu : 1 KOHE : 1 tanah.
Masing-masing formulasi ditempatkan pada empat wadah galon bekas, kemudian ditanamkan bibit pohon cabai. Bibit dipantau pertumbuhannya selama 3 hari sekali dan diamati perkembangannya, yang meliputi jumlah daunnya, panjang batangnya, dan warna daunnya.
Setelah itu, dilakukan analisis mengenai formulasi mana yang menumbuhkan pohon cabai terbaik.
Hasil pengamatan hingga hari ke-9, formulasi 1 dengan perbandingan 6 KOHE : 1 dolomit : 1 abu : 1 tanah sawah berhasil menumbuhkan bibit cabai dengan cepat dan lebih subur. Besarnya perbandingan kotoran kambing yang dipakai mempengaruhi pertumbuhan dari tanaman tersebut.
Berdasarkan jurnal penelitian ilmiah, kotoran kambing memiliki kandungan nitrogen yang sangat diperlukan tanaman dalam masa perkembangan vegetatif untuk menunjang pertumbuhan tanaman.
“Diharapkan program ini dapat berlanjut, tidak hanya dipraktikan oleh kelompok tani ternak, namun juga diterapkan untuk tanaman pekarangan” ujar Pak Heru selaku pembimbing lapangan.
Semoga inovasi ini dapat menginspirasi masyarakat luas untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan dapat diadopsi oleh pemerintah desa dalam menyusun program pengembangan pertanian berkelanjutan.
Penulis:
Paramitha Prastyawati