SRAGEN, anewsidmedia.com – Antraks merupakan penyakit infeksi oleh bakteri Bacillus anthracis yang dapat menginfeksi hewan ternak dan berpotensi menyebar ke manusia. Belum lama ini, masyarakat utamanya peternak di Desa Mojopuro dibuat risau dengan maraknya penyakit antraks yang menginfeksi hewan ternaknya.
Penyebaran antraks dapat dikendalikan dengan menjaga kebersihan dan mengelola lingkungan ternak dengan baik. Sebagai salah satu metode menanggulangi antraks, Mahasiswa KKN Tim II Universitas Diponegoro (Undip) mengadakan sosialisasi terkait penanganan antraks dengan memanfaatkan eco enzyme sebagai desinefktan alami yang diyakini dapat membantu membersihkan dan menjaga kebersihan kandang ternak, serta mengurangi resiko penyebaran antraks.
Eco Enzyme dipilih sebagai solusi karena merupakan desinfektan alami yang ramah lingkungan dan efektif dalam membersihkan area yang terkontaminasi.
Dengan menggunakan eco enzyme, diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan kimia sintesis dan membantu mencegah penyebaran antraks kandang ternak. Selain itu, metode ini juga memberikan solusi untuk mengelola sampah organik yang selama ini hanya dibakar saja.
Kegiatan edukasi melalui sosialisasi ini diadakan oleh mahasiswa Tim II KKN Undip dengan melibatkan masyarakat Desa Mojopuro. Kegiatan ini dilaksanakan pada 5 Agustus 2024 berlokasi di RT 10 Desa Mojopuro dengan dihadiri oleh sekitar 50 warga desa. Selain sosialisasi terkait antraks dan eco enzyme, Tim II KKN Undip juga melakukan demonstrasi pembuatan cairan eco enzyme kepada para warga yang hadir.
Pelaksanaan sosialisasi berlangsung dengan lancar dan interaktif, dimana masyarakat sangat antusias terhadap bagaimana sampah organik yang sebelumnya hanya dibakar ternyata dapat dimanfaatkan sebagai pembasmi antraks.
Mahasiswa KKN Tim II Undip sebelumnya telah menyiapkan bahan yang akan digunakan untuk mendemonstasikan cara pembuatan eco enzyme kepada warga Desa Mojopuro yaitu air, sampah organik, dan gula merah. Adapun langkah-langkah pembuatan eco enzyme yaitu:
- Bahan-bahan:
- 1 liter air
- 100 gram gula merah, diiris tipis
- 300 gram sampah organik (sisa buah dan sayur), dipotong kecil menyesuaikan wadah
- Proses:
- Isi wadah (botol bekas air mineral) dengan 1 liter air
- Tambahkan gula merah yang telah diiris tipis, kemudian kocok hingga gula merah larut
- Tambahkan sampah organik yang telah dipotong kecil ke dalam campuran air dan gula merah
- Tutup wadah dengan rapat dan simpan di tempat yang tidak terkena sinar matahari selama 3 bulan. Selama proses fermentasi, tutup wadah harus dibuka sehari sekali pada 2 minggu pertama dan 2-3 hari sekali pada minggu selanjutnya karena proses fermentasinya menghasilkan gas methana yang berpotensi meledak jika tidak dikeluarkan dengan membuka wadah fermentasi.
Usai mencontohkan pembuatan eco enzyme, Asti dari Tim II KKN Undip menyampaikan kepada warga Desa Mojopuro “Dengan modal yang minim yaitu sampah organik ternyata eco enzyme ini banyak manfaatnya, bisa digunakan sebagai cairan pembersih, pupuk organik, dan desinfektan. Selain itu, dengan modal kecil eco enzyme memiliki nilai jual yang tinggi untuk diperjual belikan”.
Warga Desa Mojopuro dengan antusias tertarik untuk membuat eco enzyme di rumah masing-masing.
Salah satu warga, Ibu Yanti menyampaikan pendapatnya setelah sosialisasi dan demonstrasi. “Wah ternyata bahan dan pembuatan eco enzyme itu tidak sulit ya, nanti jika ada sampah organik saya bikin eco enzyme, lumayan untuk cairan pembersih dan desinfektan”, ungkapnya.
Dengan penggunaan eco enzyme sebagai bagian dari strategi pengendalian antraks, diharapkan dapat membantu meningkatkan kesehatan ternak, mengurangi dampak penyakit, dan mengelola sampah organik lebih efisien di Desa Mojopuro.