SEMARANG, anewsidmedia.com – Indonesia mempunyai tujuh Makam Kehormatan Belanda (Ereveld) yang terletak diberbagai lokasi seperti Menteng Pulo (Jakarta), Ancol (Jakarta), Pandu (Bandung), Leuwigajah (Cimahi), Kalibanteng (Semarang), Candi (Semarang), dan Kembang Kuning (Surabaya). Namun tidak semua pemakaman Belanda adalah Ereveld.
Dari berbagi lokasi tersebut, Makam Kehormatan Belanda (Ereveld) Belanda yang paling luas adalah di Ereveld Kalibanteng yang berlokasi di antara Bandara Internasional Jendral Ahmad Yani Semarang dan Jalan Siliwangi yang dulunya bernama Grote Postweg dan memiliki luas tanah sekitar 6 hektar dan telah menguburkan lebih dari 3.000 jasad korban perang dunia ke-2 yang didominasi oleh perempuan sehingga lebih dikenal dengan ‘Ereveld Perempuan.’
Di bagian barat Ereveld terdapat makam perempuan, lalu di bagian timur terdapat makam laki-laki, dan di bagian tengah tengah terdapat makam anak-anak.
Selain itu, di Ereveld Kalibanteng juga terdapat korban dari masa revolusi nasional Indonesia, meskipun tidak banyak.
Makam Kehormatan Belanda Kalibanteng diresmikan pada tanggal Pada tanggal 22 April 1949 dan memiliki bentuk bangunan berupa segitiga yang dikelilingi oleh kanal dan barisan pohon cemara dan pemakaman Belanda ini di buka setiap hari untuk umum dari pukul 07:00-17:00 secara gratis.
Ereveld Belanda Kalibanteng dikelola oleh Yayasan Makam Kehormatan Belanda (Oorlogsgravenstichting/OGS) yang berpusat di Jakarta dan memiliki tugas khusus mengkoordinasi dan melaksanakan pekerjaan yang terdapat di tujuh ereveld di pulau Jawa.
Selanjutnya Eko Boedi Listiyanto (54) sebagai kepala pengurus ereveld Belanda Kalibanteng menyampaikan bahwa, di pemakaman ini rata-rata jasad korban perang dunia ke-2 dan didominasi perempuan yang berasal dari kamp-kamp tawanan Jepang di Jawa Tengah, seperti Ambarawa, Banyu Biru, Lampersari dan Karangpanas pada periode 1942 sampai 1945.
“Kalau di Kalibanteng, yang dimakamkan mayoritas korban perang dunia ke-2. Itu ada sipil dan juga ada yang militer, kalau disini ada wanita, ada laki-laki dewasa, ada anak-anak juga. Sebagian besar adalah perempuan. Jadi disini lebih dikenal dengan makam perempuan,” tuturnya saat ditemui oleh tim pada Jumat (12/1/2024) pagi.
“Ya yang cukup terkenal, ada salah satu tokoh terkenal yang dimakamkan disini E.H. Baronesse van Hoevell, dia adalah salah satu tokoh emansipasi wanita pada zaman itu. Jadi dia yang memprakarsai salah satu expo tingkat dunia di Semarang, tepatnya di daerah Mugas pada waktu itu,”
Di dalam area pemakaman terdapat beberapa monumen. Pertama, monumen ‘Jongens kampen’ (kamp anak laki-laki) dan melambangkan anak laki-laki yang dipisahkan dari orang tua karena kerja paksa pada zaman Jepang. Patung ini dibuat oleh Anton Beysens dan diresmikan pada tahun 1988. Kedua, monumen seorang wanita tegak yang sedang merangkul anak-anaknya dan melambangkan mereka saling mendukung satu sama lain. Patung ini dibuat oleh Marian Gobius dan diresmikan pada tahun 1954. Ketiga, tombe atau monument yang bertuliskan dalam bahasa Belanda dan bahasa Indonesia dan hanya sebagai simbolis untuk menghormati jasad perempuan yang tidak dikenal serta tidak bisa dimakamkan di tempat ini.
Selanjutnya Eko menuturkan bahwa, di area pemakaman sering dipakai untuk berbagai acara, seperti perpisahan dengan direktur umum yang dilaksanakan Desember lalu,diskusi dari berbagai komunitas, kunjungan dari beberapa komunitas; poliglot, dan walking tour. Ditambah tempai ini, setiap tanggal 4 Mei diperingati sebagai hari berakhirnya perang dunia ke-2 di Eropa dan hari berkabung atau menghormati tantara Belanda yang tewas saat perang dunia ke-2 untuk menjaga perdamaian dengan cara mengibarkan bendera setengah tiang dan meletakan karangan bunga. sedangan, pada tanggal 15 Agustus diperingati sebagai hari berakhirnya perang dunia ke-2 di Asia Tenggara dengan cara mengibarkan bendera penuh dan meletakan karangan bunga.
Tidak hanya itu, pria yang dulu pernah bertugas di ereveld candi selama 5 tahun ini juga menambahkan informasi, mengenai perawatan makam yang rutin sekali dilakukan setiap hari mulai dari pemotongan rumput sampai perawatan monumen.
“Contohnya, hari ini kita memotong rumput seluruh area dipotong dan memerlukan waktu dua hari dengan mesin pemotong rumut dorong. Kemudian dua minggu sekali, tanda makam dicuci satu persatu, kemudian setiap hari ada penggantian tanda makam yang rusak,” ujar pria kelahiran Klaten itu.
“Jadi kita ada bengkel disana, jadi tanda yang rusak, kita ganti dengan yang baru, jadi di ripple. Ada pengecetan, ada pengamplasan, kemudian pemotongan tanaman rutin, pencabutan tanaman liar jalan-jalan stapak, kemudian juga perawatan kolam, bangunan, dan mungkin penyiraman tanaman. Kalau musim kemarau, kita setiap hari menyiram tanaman dan juga merawat monument-monument, kemudian meluruskan tanda makam mungkin goyang gak lurus itu kita cek,” tambhanya.
Pria yang mulai bergabung OGS pada tahun 2009 itu, berharap kedepannya Ereveld Belanda ini selalu dikenang sebagai korban perang dunia ke-2 tidak hanya sebagai kuburan Belanda saja oleh masyarakat.