Menu

Mode Gelap

Budaya · 30 Des 2023 13:48 WIB

Budaya Thrift, Masa Depan Gen-Z?


					Budaya Thrift, Masa Depan Gen-Z? Perbesar

SEMARANG, anewsidmedia.com – Budaya berbelanja baju second-hand atau biasa yang dikenal istilah thrifting telah menjadi pemandangan umum di era digital ini, terutama di kalangan Generasi Z. Tidak hanya sebagai tren, tetapi budaya ini menciptakan dampak mendalam pada cara Gen-Z memandang kehidupan. Apakah “Budaya Thrift” adalah masa depan yang tak terelakkan bagi Gen-Z? Mari kita selami topik ini bersama fakta-fakta menarik dari budaya ini!

Dalam pandemi global dan perubahan sosial yang terus-menerus, budaya thrift menjadi semakin relevan dan digemari segala kalangan terutama anak-anak Gen-Z.

Anak-anak Gen-Z melihat fenomena tersebut bukanlah sekadar menghemat uang; melainkan ini semua adalah pola pikir, cara hidup yang mempromosikan penggunaan yang bijak, sambil tetap stylish dan berkelanjutan.

Sejarah budaya thrift tidaklah terbatas hanya pada era digital sekarang ini. Ini semua sudah ada sejak jauh-jauh sebelum kita mengenal istilah thrifting itu sendiri. Ini semua berawal sekitar tahun 1760-1840 an. Yang dimana pada revolusi industri abad ke-19, membentuk suatu budaya yang dinamakan mass-production of clothing, dan membuat pakaian yang sangat murah dan orang dengan mudah membuang pakaiannya.

Berita Terkait:  BEM KM UNNES Gelar Seminar Nasional Gen Z dalam Hadapi Tantangan di Kawasan Asia Pasifik

Bahkan, di Amerika Serikat setiap tanggal 17 Agustus diperingati sebagai National Thrift Store Day, dan ngebuat diskon besar-besaran pada hari itu.

Lalu, gimana di Indonesia sendiri tren thrifting ini juga bisa menjadi suatu hal yang dianggap sebagai masa depan Gen-Z ya?

Jadi, sebagai generasi yang mendasari perubahan, Generasi Z memiliki peran kunci dalam membentuk masa depan mereka. Budaya thrift bukan hanya sebuah tren; itu adalah fondasi untuk kehidupan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Adanya budaya thrifting ini dinilai jadi penyeimbang dari fast fashion. Industri tersebut memberikan cukup banyak dampak terhadap lingkungan, apalagi angka gas rumah kaca yang dihasilkan dari produksi dan penggunaan energi pada industri fesyen adalah mencapai 10%.

Beralasan bahwa thrifting dapat menekan pencemaran lingkungan dibanding fast fashion menjadikan salah satu alasan kenapa thrifting begitu digemari di Indonesia. Sekarang, kata “barang bekas” tidak lagi memiliki konotasi yang jelek di dalamnya. Banyak anak Gen-Z yang sudah paham dengan budaya pop yang ada di dalam budaya thrifting. Dan terkadang membuat barang yang seharusnya tidak mahal, menjadi mahal hanya beralasan “vintage” dan memiliki esensi yang bagus.

Berita Terkait:  Pendaftaran Duta Bahasa Jawa Tengah 2024 Resmi Dibuka, Simak Persyaratannya

Terlepas dari banyaknya penikmat dari budaya thrift ini pasti membuat banyak juga yang lainnya memandang hanyalah sebatas mata. Namun, tidak penting akan itu, anak-anak Gen-Z melihat budaya tersebut sebagai media komunikasi tentang bagaimana mereka mengekspresikan dirinya melalui baju-baju ataupun aksesoris hasil dari mereka men-thrift.

Pembentuk atau tidaknya masa depan sebenarnya tergantung dari kita melihat bagaimana suatu budaya itu sendiri. Walaupun banyak faktanya tentang sampah serta hal kurang baik dari barang bekas, tapi nyatanya thrifting tidak pernah sepi peminat. Bahkan sekarang sudah banyak konten kreator yang membuat brandingnya dengan memanfaatkan barang thrifting. Jadi kamu tim beli baru apa beli barang second-hand nih?

Artikel ini telah dibaca 0 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Unity Sports Center Resmi Dibuka di Semarang, Hadirkan Akademi Tenis Bertaraf Nasional

23 April 2025 - 16:21 WIB

Sido Muncul Berbagi Santunan untuk 1.000 Dhuafa di Kabupaten Semarang

23 Maret 2025 - 08:20 WIB

Abdul Mu’ti: Tidak Perlu Menunggu 2045, Indonesia Emas Sudah Terwujud Kalau…

11 Maret 2025 - 00:25 WIB

Mengubah Kemacetan di Merak, Butuh Satu Komando

8 Maret 2025 - 21:36 WIB

Pertanyaan ini sering muncul dari para pemudik lintas Merak – Bakauheni karena setiap arus mudik Lebaran, seperti Lebaran 2024 terjadi kemacetan panjang sampai Km 97. Saking frustasinya menghadapi kondisi kemacetan yang selalu terjadi pada saat-saat arus mudik Lebaran. Diharapkan pada Lebaran 2025 ini kemacetan Panjang menuju ke Pelabuhan Merak tersebut dapat terurai, bila semua perencanaan yang ada saat ini dilaksanakan secara konsisten. Menurut Ketua DPP Gapasdap (Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan) Khoiri Soetomo (19 Februari 2025), pada saat penyelenggaraan angkutan lebaran 2024 di lintas Merak – Bakauheni kendali tertinggi operasional di lapangan bukan berada di bawah Kementerian Perhubungan, melainkan dikoordinasikan oleh pihak Kepolisian.

Pemberantasan Truk Odol dan Pengemudi Tidak Terdidik

28 Februari 2025 - 17:34 WIB

Beri Bantuan Rp 260 Juta, Sido Muncul Adakan Operasi Bibir Sumbing dan Langit-Langit Gratis

25 Februari 2025 - 21:16 WIB

Trending di Kesehatan