SEMARANG, anewsidmedia.com – Tahapan pengadaan dan distribusi logistik pada Pemilu 2024 sudah berlangsung sampai pada pelaksanaan tahapan pemungutan dan pengitungan suara. Tahapan pengadaan dan distribusi logistik menggunakan anggaran negara sehingga perlu diawasi.
Pelaksanaan Pemilu tanpa adanya logistik maka tidak mungkin tercapai pemilu yang dikehendaki. Maka tahapan pengadaan dan distribusi logistik sangat menentukan sekali sukses atau tidaknya perhelatan Pemilu 2024.
Menurut Naya Amin Zaini selaku Korda Akademi Pemilu dan Demokrasi Kota Semarang, mengatakan bahwa tahapan pengadaan dan distribusi logistik pengadaannya dilakukan oleh Setjend KPU RI dengan mekanisme proses pengadaan barang dan jasa sesuai ketentuan berlaku. Dalam proses distribusi agar terjadi pengamanan dan keamanan harus melibatkan Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI, Polri secara profesional dan netral, sesuai Pasal 34 PKPU No. 14 Tahun 2023”, ujarnya
“Tahapan pengadaan dan distribusi logistik dijalankan teknis oleh penyelenggara pemilu harus secara profesional dan ketentuan berlaku, karena potensi terjadi pelanggaran tindak pidana pemilu yang dapat terjadi. Pasal – pasal tindak pidana pemilu sebagai warning pidana dalam tahapan pengadaan dan distribusi logistik meliputi Pasal 514, Pasal 529, Pasal 530, Pasal 543 UU No. 7 Tahun 2017,” kata Naya, Jumat (24/11).
Menurutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU( yang dengan sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana pasal 344 ayat 2, 3, 4 dipidana dengan penjara 2 tahun dan denda 240 juta rupiah, sebagaimana pasal 514 UU No. 7 Tahun 2017.
Lalu ada juga setiap Perusahaan pencetakan surat suara yang dengan sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU untuk kepentingan tertentu dipidana dengan penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak 5 milyar rupiah, sebagaimana pasal 529 UU No. 7 Tahun 2017.
“Setiap Perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga kerahasiaan, keamanan, keutuhan surat suara dipidana dengan penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak 5 milyar rupiah, sebagaimana pasal 530 UU No. 7 Tahun 2017”, ungkapnya.
Sebenarnya, kata dia, tidak hanya rentan tindak pidana saja, namun juga rentan pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik, pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya. Namun sebelum terjadi sejauh itu perlu dilakukan antisipasi (pencegahan). Apabila sudah dilakukan pencegahan namun tetap terjadi pelanggaran maka penegakan harus dilakukan.