Menu

Mode Gelap

Budaya · 3 Nov 2023 15:29 WIB

Museum Tsunami Aceh Sebagai Sarana Edukasi dan Pusat Evakuasi Tsunami


					Foto: indonesiakaya.com Perbesar

Foto: indonesiakaya.com

ACEH, anewsidmedia.com – Terjadinya tsunami di Aceh pada akhir 2004 telah berdampak besar terhadap banyak aspek dalam kehidupan Masyarakat Indonesia, khususnya wilayah pesisir Barat Sumatera, termasuk Aceh.

Tragedi kemanusiaan tersebut juga menyadarkan banyak pihak di seluruh dunia mengenai pentingnya membangun kesiapsiagaan masyarakat terhadap ancaman bencana. Khusus bagi wilayah pesisir Barat Sumatera – dari Aceh hingga Lampung, ancaman terbesar yang harus dihadapi masyarakat adalah Gempa Bumi dan Tsunami dari arah Samudera Hindia.

Hal ini mendorong inisiatif dari berbagai pihak untuk menyediakan sarana edukasi kesiapsiagaan publik terhadap Tsunami, salah satunya kini terwujud dengan berdirinya Museum Tsunami Aceh.

Museum ini dibangun atas inisiatif dari sejumlah lembaga, antara lain Pemerintah Propinsi NAD, Pemerintah Kota Banda Aceh, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias, Kementerian ESDM dan Ikatan Arsitek Indonesia. Dikutip dari indonesiakaya.com menurut salah satu penggagasnya, bangunan ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana edukasi bagi masyarakat umum tetapi juga menjadi wahana untuk memperingati jatuhnya 120.000 korban jiwa dalam kejadian tersebut. Didirikan dengan dana senilai Rp. 70 miliar, bangunan ini sekaligus berfungsi sebagai pusat evakuasi Tsunami di masa mendatang. Meski telah diresmikan sejak Februari 2008, museum ini baru dibuka untuk umum pada tanggal 8 Mei 2011.

Berita Terkait:  Lewat “Siap Manjat” Publik Purbalingga Bisa Akses Layanan Desa

Arsitektur bangunan museum ini didesain oleh arsitek sekaligus dosen ITB, M. Ridwan Kamil. Desain dengan tema ‘Rumoh Aceh as Escape Hill’ ini terpilih dalam sayembara, setelah mengalahkan 68 desain yang memenuhi kriteria yang ditetapkan panitia. Desain bangunan ini mengadaptasi konsep bangunan rumah panggung yang menjadi ciri khas rumah tradisional Aceh. Karena itulah, lantai paling dasar dibuat sebagai sebuah ruang terbuka yang dapat berfungsi sebagai ruang publik sekaligus memberi jarak aman terhadap ancaman datangnya gelombang Tsunami.

Motif dinding bagian luar bangunan merupakan adaptasi citra dari tari Saman yang merupakan simbolisasi dari kekuatan, kedisiplinan dan kepercayaan religius masyarakat Aceh. Terdapat sebuah lorong vertikal menjulang di tengah bangunan menyerupai cerobong. Di sekeliling dinding dalam lorong ini terpatri nama-nama korban jiwa saat Tsunami terjadi dan di puncaknya terdapat siluet ‘Allah’ dalam huruf Arab. Saat memasuki gedung, kita akan melewati lorong menurun dengan air terjun di kedua sisinya, yang memunculkan nuansa kepanikan yang muncul ketika Tsunami terjadi.

Berita Terkait:  MKS PWA DIY Selenggarakan Seminar Hari Disabilitas Internasional 2023

Museum Tsunami terbagi menjadi beberapa segmen. Segmen pertama yang berada di lantai dasar berfungsi sebagai wahana untuk memperingati terjadinya bencana tsunami 2004, berupa ruang display dokumentasi visual dan ‘cerobong’ berisi nama para korban. Melalui tangga spiral dan sebuah jembatan melintang, kita memasuki segmen kedua yang berada di lantai 2, yaitu wahana edukasi tsunami berupa dokumentasi sejarah tsunami, diorama, berbagai alat peraga sains yang berkaitan dengan peristiwa tsunami dan ruang perpustakaan. Segmen ketiga adalah ruang terbuka di atap gedung yang berfungsi sebagai wahana evakuasi masyarakat ketika Tsunami kembali terjadi.

Artikel ini telah dibaca 0 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Unity Sports Center Resmi Dibuka di Semarang, Hadirkan Akademi Tenis Bertaraf Nasional

23 April 2025 - 16:21 WIB

Sido Muncul Berbagi Santunan untuk 1.000 Dhuafa di Kabupaten Semarang

23 Maret 2025 - 08:20 WIB

Abdul Mu’ti: Tidak Perlu Menunggu 2045, Indonesia Emas Sudah Terwujud Kalau…

11 Maret 2025 - 00:25 WIB

Mengubah Kemacetan di Merak, Butuh Satu Komando

8 Maret 2025 - 21:36 WIB

Pertanyaan ini sering muncul dari para pemudik lintas Merak – Bakauheni karena setiap arus mudik Lebaran, seperti Lebaran 2024 terjadi kemacetan panjang sampai Km 97. Saking frustasinya menghadapi kondisi kemacetan yang selalu terjadi pada saat-saat arus mudik Lebaran. Diharapkan pada Lebaran 2025 ini kemacetan Panjang menuju ke Pelabuhan Merak tersebut dapat terurai, bila semua perencanaan yang ada saat ini dilaksanakan secara konsisten. Menurut Ketua DPP Gapasdap (Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan) Khoiri Soetomo (19 Februari 2025), pada saat penyelenggaraan angkutan lebaran 2024 di lintas Merak – Bakauheni kendali tertinggi operasional di lapangan bukan berada di bawah Kementerian Perhubungan, melainkan dikoordinasikan oleh pihak Kepolisian.

Dikdasmen PWM Sulawesi Selatan Jadi Tuan Rumah OlympicAD VIII Tahun 2026

28 Februari 2025 - 17:28 WIB

Beri Bantuan Rp 260 Juta, Sido Muncul Adakan Operasi Bibir Sumbing dan Langit-Langit Gratis

25 Februari 2025 - 21:16 WIB

Trending di Kesehatan